Rumpi Cangkir Kopi # 21
Ellie kembali ke kedai dalam keadaan lemah lunglai. Belum reda emosinya setelah semalam mengalami sabotase pemadaman listrik sepihak, pagi ini dia harus menerima kenyataan bahwa akan muncul kompetitor yang sangat kuat. Mendadak pikiran buram menggerogoti pemandangan masa depan kedai ini.
“Kok lemas amat, Bu?” Celutuk Hendro sambil mengelap meja pelanggan.
Ellie hanya diam tak mengacuhkan celutukan Hendro. Dia berjalan melewati Hendro ke arah ruangannya. Di sana Ellie mengambil bantal dari dalam lemari dan merebahkan diri di lantai sambil memandangi langit-langit di atasnya. Ruangan ini, entah mengapa, terasa sangat menyebalkan hari ini. Mendadak muncul rasa bosan dan muak harus berada di ruangan berukuran tiga kali tiga meter bahkan hampir hingga dua puluh empat jam dalam seminggu. Ellie mulai membayangkan bagaimana nasibnya jika dia tetap bertahan bekerja sebagai karyawan di perusahaan tempat dia bekerja dulu, setidaknya dia akan mengalami perjalanan bisnis minimal dua bulan sekali ke suatu kota. Dia akan mengakhiri hari dengan perasaan capek, bukan dengan perasaan tak menentu tentang hari esok.
“Hai, guys….” Suara Dira terdengar keras hingga ruangannya. “Ellie mana?”
“Tadi saya lihat masuk ke ruangan kantor dia, Bu,” jawab Hendro.
“Oh, oke, makasih Hendro.”
Ellie bisa mendengar suara decitan sepatu karet berjalan mendekati ruangannya.
“Hai, sayang… Pagi-pagi kok sudah tiduran?” kata Dira saat melihat Ellie telentang di lantai.
“Dir, lu sudah tahu apa belum, kalau abang lu mau bawa kafe franchise asing itu di sini?”
“Hah? Gue enggak tahu sama sekali, sumpah.”
“Dan mereka mau ambil tempat di rooftop. Mati Gue.”
“Hah? masa kita harus saingan sama kafe sekelas mereka? Ya susah lah.”
#30DWC #30DWCJilid19 #Day21
0 komentar
Terima kasih untuk setiap komentar yang dimasukkan.