Sambil tertegun mengamati laporan laba rugi yang baru saja selesai dia buat kemarin malam, Ellie menimbang-nimbang tekad untuk keluar dari pekerjaannya sekarang. Kemudian mencari pekerjaan baru sebagai petugas pemandi anak gajah di Tangkahan atau pengasuh anak panda di Chengdu. Seperti apa yang selalu dia bayangkan sebagai sebuah pekerjaan yang tak membutuhkan beban pikiran dan sangat menyenangkan, karena hanya bermain-main bersama mahluk-mahluk lucu itu. Keadaan yang berbeda dengan pekerjaan dia sekarang. Dalam laporannya itu, selama kuartal kedua tahun ini kedai kopi yang dia kelola masih menanggung kerugian.
Semula Ellie pikir, dengan menjalankan usaha sendiri, maka hidupnya akan terasa lebih bebas. Bebas mengatur jam kerja, bebas dari deadline, bebas dari tekanan atasan. Nyatanya kebebasan yang dia impikan itu menuntut tanggung jawab yang tak bisa ditawar-tawar. Sekarang dia harus ikut bertanggung jawab pada hidup dua orang karyawannya yang menanti gaji tepat waktu di setiap akhir bulan. Juga pada para investor yang tak lain adalah dua teman lamanya, yang padahal sudah terlahir kaya raya, tapi memiliki perhitungan bisnis yang anti pada kerugian.
Dua hari yang lalu, Dira, salah satu investor sekaligus teman baik Ellie sejak SMA, memintanya untuk mengikuti rapat evaluasi per-kuartal. Namun kali ini perasaan Ellie agak tegang karena Robert, kakak Dira yang menjabat sebagai direktur tenant, mendadak ingin ikut serta dalam rapat kali ini. Di benak Ellie, sesuai dengan apa yang sering diceritakan Dira, Robert bukanlah orang yang ramah dan sangat tidak suka berbasa-basi.
Andrew, investor kedua yang juga merupakan teman SMA Ellie walau sebenarnya tidak terlalu akrab, menepuk ringan bahu kiri Ellie dan berhasil membuyarkan lamunannya tentang menjadi seorang pemandi anak gajah atau pengasuh anak panda. “Udah, jangan terlalu dipikirin,” ucapnya sambil tersenyum miring melihat pandangan kosong Ellie yang balik menatapnya.
“Dia ngapain, sih, manggil kita rapat ke sini?” kata Ellie dengan suara pelan, takut kalau-kalau ternyata Robert berada di balik pintu dan tiba-tiba masuk.
Saat ini Ellie dan Andrew sedang berada di sebuah ruang rapat di lantai dua Gedung Antasari. Gedung yang sama di mana kedai kopi milik Ellie berada. Ruangan rapat itu bernuansa abu-abu, mulai dari cat dinding berwarna abu muda dan gorden berwarna abu tua. Lemari, jam dinding, kursi dan meja rapat kompak berwarna hitam. Tak ada bunga atau lukisan sebagai pemanis ruangan. Mereka berdua sudah berada di sana semenjak lima belas menit yang lalu. Andrew terlihat sibuk bersama handphone-nya, sedang Ellie tenggelam dalam ketegangannya sendiri sambil menunggu kedatangan Robert.
Tak lama kemudian, gagang pintu terdengar dibuka. Robert masuk ke dalam ruangan bersama dengan Dira yang berjalan di belakangnya. Dia memakai setelan jas dan celana kain abu-abu dan kemeja hitam, tanpa dasi dan jas yang tidak dikancing. Dengan pikiran yang tak sepenuhnya berada di otaknya sekarang, Ellie merasa kepala Robert seperti berjalan tanpa tubuh di ruangan itu.
“Maaf, saya telat. Saya baru saja selesai rapat dengan tim saya, dan saya harus menyelesaikan rapat itu terlebih dahulu karena hasil rapat itulah yang akan saya bawa rapat bersama kalian.”
Seketika Ellie merasakan tegang di syaraf kepalanya. Entah apa yang diinginkan Robert dari rapat bersamanya kali ini. Walau Robert adalah anak pertama dari pemilik gedung ini, dan kakak dari rekan bisnisnya, justru Robert lah orang yang paling dia hindari sebagai relasi. Ellie tak siap harus merasakan ketegangan seperti ini jika harus berurusan dengan dia setiap hari.
#30DWC #30DWCJilid19 #Day1
0 komentar
Terima kasih untuk setiap komentar yang dimasukkan.