Rumpi Cangkir Kopi # 22
Lemari display telah kehilangan satu anggotanya. Panda, yang biasa di tempatkan Ellie di pojok sebelah kiri pada tingkatan rak kedua dari atas, menyisakan kekosongan di sana. Di Rak itu biasa disusun berderet Panda, Elona dan Artsy.
“Tidak ada lagi si anak ribut,” gerutu Elona yang berada di samping tempat Panda.
“Yah, sekarang kau bisa lebih tenang Elona. Tak ada lagi yang selalu menanyaimu tentang banyak hal,” timpal Artsy.
“Aku tak percaya umurnya sesingkat itu, Artsy. Padahal aku senang melihat wajahnya dengan mata yang hitam berbinar itu.”
“Ellie bisa saja membeli cangkir yang mirip dia setelah ini.”
“Ngomong-ngomong, apa kau tahu apa yang Ellie lakukan? Mengapa dia sangat sibuk sampai-sampai dia tidak minum apapun menggunakan aku?”
“Aku tak tahu, Elona. Sejak tadi pagi dia sibuk bersama cangkir-cangkir kertas itu.”
“Hoooh, aku menyerah jika ingin bertanya dengan para cangkir kertas itu. Mereka bicara terlalu pelan, sedangkan para cangkir plastik mereka berbicara tak jelas.”
“Elona, Polcoff?” Artsy tiba-tiba baru saja menyadari ketidakhadiran Polcoff, karena tak ada suara ribut dari Panda dan suara serba tidak tahu dari Polcoff.
“Astaga! Sudah berapa lama dia menghilang bersama si Tumak? Oh, Ellie apa yang sedang dia lakukan? Apa dia sudah lupa dengan Polcoff?”
Ellie berlalu di depan lemari display sambil membawa enam cangkir kopi latte dalam satu wadah, tanpa pernah menyadari bahwa cangkir-cangkir kesayangannya sedang membicarakannya. Semalam, saat dia uring-uringan di ruangannya sambil membicarakan kehadiran kafe franchise bersama Dira, dia menerima pesan orderan kopi untuk rapat. Saat itu Ellie merasa ingin meloncat kegirangan karena akhirnya aksi bagi-bagi kopi gratis dan brosur di lobi tempo hari membuahkan hasil.
Saat hendak berjalan menggapai pintu, tanpa disangka Bambang yang baru saja datang membawa bahan stok mendorong pintu dengan membelakanginya tanpa tahu bahwa Ellie berada di balik pintu dari arah berlawanan. Alhasil, pintu tersebut mengayun ke arah dalam dan mengenai ujung dari wadah kopi Ellie dan membuat tumpah beberapa cangkir di dalamnya.
“Aduh, Bu, maaf saya enggak liat,” kata Bambang dengan wajah panik.
"Parah, lu, Bambang." Celutukan Sandra tentang nama Bambang yang biasanya mampu memberikan suasana humor receh bagi Ellie tak membantu sama sekali saat ini.
"Parah, lu, Bambang." Celutukan Sandra tentang nama Bambang yang biasanya mampu memberikan suasana humor receh bagi Ellie tak membantu sama sekali saat ini.
Ellie hanya bisa melongo dan bergegas berlari ke balik meja barista dan segera membuat yang baru. “Sandra, siapin cangkir baru!” Teriak Ellie.
Sigap, Sandra segera menyiapkan cangkir baru. Ellie meletakkan cangkir-cangkir yang sekarang sudah belepotan karena isinya yang terguncang dan meluber keluar.
“San, bikin baru. Enggak mungkin ngasih kopi dengan gelas kotor begini.” Ellie memejamkan matanya, di kepalanya berjalan rumus kerugian karena kehilangan enam cangkir kopi secara percuma. Ditambah besaran diskon yang harus dia berikan, karena dia memang sengaja memberikan promo diskon untuk pemesanan kopi diatas lima cangkir.
Lima belas menit kemudian, Sandra telah selesai membuatkan kopi baru. Ellie mempercepat langkahnya, mengingat dia hanya punya waktu sekitar sepuluh menit sebelum jam sembilan. Dia harus mengantarkan kopi-kopi ini ke lantai sepuluh, ke kantor pemasaran salah satu produk elektronik dari Jepang. Dia berjuang memberikan kesan terbaik di orderan pesan antar kopi pertamanya kali ini.
#30DWC #30DWCJilid19 #Day22
0 komentar
Terima kasih untuk setiap komentar yang dimasukkan.